![]() |
Foto bersama usai screening film Lastarè, Tabir, dan Wrapped di Dua Belas Space, Situbondo (fotografer: Rio Tajul Amin) |
Aku masih ingat malam itu, 17 Mei 2025. Langit Situbondo sedang moody, seperti menahan air mata di pelupuk. Tapi di halaman Dua Belas Space, ada harapan kecil yang sedang kami jaga agar tak larut dalam gerimis. Malam itu, aku, Uwan Urwan, bersama teman-teman dari Pintu Project, kembali membawa film pendek Lastarè berjalan-jalan. Setelah premiere di Hotel Rosali menjelang Ramadan lalu, kali ini kami ingin mengenalkan karya ini lebih luas, tak hanya sebagai tontonan, tapi juga sebagai cerminan: bahwa komunitas film Situbondo juga punya suara, punya cerita, dan punya harapan.
Pintu Project Gandeng Jawara Film dan Ganesha Creative di Malam Screening Film Situbondo
![]() |
Screening film Lastarè, Tabir, dan Wrapped (Fotografer : Rio Tajul Amin) |
Dua Belas Space, kafe sekaligus ruang kerja kreatif pertama di Situbondo, menjadi titik kedua dari perjalanan film pendek Lastarè. Sebuah tempat yang sejak awal percaya pada semangat anak muda lokal. Aku pun tidak sendiri. Untuk malam itu, aku menggandeng dua rumah produksi lain, Jawara Film, dan Ganesha Creative sebagai komunitas film Situbondo lain untuk menampilkan karya mereka bersama. Karena bagiku, memperkenalkan karya ke publik bukan soal siapa yang paling hebat, tapi siapa yang bersedia berjalan bersama.
Kami bahkan mengirim undangan resmi kepada Bupati Situbondo, Yusuf Rio Wahyu Prayogo. Sayangnya, beliau berhalangan hadir, namun kami senang karena ada perwakilan dari pemerintah yang ikut meramaikan suasana nonton bareng dan diskusi. Itu berarti satu hal: gerakan kecil ini mulai mendapat perhatian.
![]() |
Suasana screening film Lastarè, Tabir, dan Wrapped (Fotografer: Rio Tajul Amin) |
Tadinya, rencana kami adalah memutar film secara outdoor, konsep yang aku bayangkan seperti nonton layar tancap masa kecil, hanya dengan nuansa yang lebih sinematik. Segala perlengkapan sudah terpasang, tempat duduk sudah tertata, dan semangat kami sudah menyala. Tapi semesta berkata lain. Hujan turun. Deras dan sebentar, cukup membuat panik.
Kami sempat menunggu. Hujan reda. Layar dibentang kembali. Tapi gerimis kembali turun. Akhirnya, kami memutuskan untuk memindahkan pemutaran ke dalam ruangan. Sedikit berdesakan? Iya. Tapi tak mengapa. Karena yang datang malam itu bukan hanya ingin menonton, mereka ingin merayakan dan menghargai.
Tiga Film Pendek Situbondo yang Menyentuh Isu Sosial dan Emosional
![]() |
Film Tabir adalah karya sutradara Muhammad Rajib Al Faritsi dan produser Thufeil Wartono Putra (Fotografer: Rio Tajul Amin) |
Pemutaran dimulai dengan film pendek "Tabir", produksi Ganesha Creative. Disutradarai oleh Muhammad Rajib Al Faritsi dan diproduseri Thufeil Wartono Putra, film ini membuka malam dengan tema yang menggugah, seorang pemuda atheis yang merusak musala, justru membangkitkan semangat ibadah di lingkungan sekitar. Dialog-dialognya sederhana, tapi menyimpan perenungan yang panjang. Diperankan oleh Syarifuddin yang juga menjadi pembaca acara pada screening malam itu.
![]() |
Film Lastarè adalah karya sutradara Dinda Septi W.H. dan produser Uwan Urwan |
Film kedua adalah "Lastarè", karya dari Pintu Project. Aku sendiri, Uwan Urwan, bertindak sebagai produser, sementara Dinda Septi W.H. sang sutradaranya. Lastarè bercerita tentang Irfan, remaja yang hidup dalam bayang-bayang perundungan. Melalui visual yang puitis dan suasana yang emosional, penonton diajak menyelami alam bawah sadar Irfan, bertemu kenangan, luka, dan secercah harapan.
Nuansa lokal terasa kuat: dari puisi Madura, rumah tradisional tabing tongkok, sampai musik karawitan yang dimainkan oleh Rauljef Nafi Isbat dan Ahmad Zakariya dari Laras Anom, Komunitas Gamelan Situbondo, membungkusnya menjadi pengalaman yang mendalam. Film pendek Lastarè bukan hanya tentang trauma, tapi tentang proses pulih. Tentang betapa sunyinya luka yang disimpan sendiri, dan betapa pentingnya kita untuk tidak menutup mata terhadap itu.
![]() |
Film Wrapped adalah karya sutradara Muhammad Royhan Hariri dan diproduseri oleh Nadine Meida Saniyah (Fotografer: Rio Tajul Amin) |
Penutup malam itu adalah "Wrapped", garapan Jawara Film. Disutradarai Muhammad Royhan Hariri dan diproduseri oleh Nadine Meida Saniyah, film ini membawa isu kesehatan mental ke layar dengan cara yang sederhana tapi menghantam. Tentang seorang ODGJ yang terganggu oleh kenangan masa kecilnya, terutama perundungan karena penampilan. Film ini membungkus trauma dalam narasi visual yang cukup mengejutkan, tapi meninggalkan kesan yang dalam.
Bukan Akhir Cerita, Tapi Awal Perjalanan
![]() |
Emsori ges, karena aku ganteng banget di sini, jadi aku mau masukkan di tulisan ini wkwk Makasih Rio Tajul Amin fotonya. |
Diskusi yang menyusul setelah pemutaran berlangsung hangat. Para penonton bukan hanya menyimak, mereka aktif bertanya dan berbagi sudut pandang. Ada yang menyebut film Lastarè bisa membawa Situbondo terlihat cantik dan tidak membuat sadar bahwa seting lokasinya di Situbondo. Ada yang berkata bahwa Wrapped menyadarkan mereka soal pentingnya empati dan saling menjaga teman. Dan aku, yang berdiri di antara mereka, hanya bisa merasa syukur yang menggenang.
![]() |
Sesi diskusi berlangsung hangat (Fotografer : Rio Tajul Amin) |
Malam itu bukan hanya tentang screening film Lastarè. Itu tentang Situbondo yang sedang belajar bercerita. Tentang anak-anak muda yang memutuskan untuk tidak sekadar menonton film dari luar, tapi membuat film tentang tempat mereka sendiri. Tentang bagaimana komunitas film Situbondo bukan cuma istilah, tapi sudah menjadi gerakan kecil yang ingin tumbuh dan dikenal.
Terima kasih kepada semua yang datang, berdiri, duduk, bahkan yang berdempetan tapi tetap antusias. Terima kasih kepada Dua Belas Space yang memberi ruang. Dan terima kasih kepada setiap ide, diskusi, dan peluh yang melahirkan malam itu.
Kami masih akan berjalan. Film pendek Lastarè masih akan melanjutkan perjalanannya. Tapi malam itu, di ruang kecil yang hangat oleh cahaya proyektor dan semangat kolektif, aku tahu satu hal pasti, Situbondo punya masa depan yang sedang disusun, satu frame demi satu frame.
Sampai ketemu di pemutaran film dan karya kami selanjutnya. (Foto-foto: Rio Tajul Amin)
Comments