Skip to main content

Posts

Showing posts with the label film

Series S Line, Drakor Viral yang Bongkar Luka Batin Manusia

Saat menonton S Line, kemudian aku tahu aku harus menulis review drama Korea ini. Alasannya sederhana, aku kagum bagaimana sebuah drakor viral ini berani membicarakan luka batin, trauma, dan PTSD tanpa harus menjejalkan istilah psikologis secara gamblang. Justru di situlah kekuatannya. Kisah Shin Hyun-Heup (Arin) bukan hanya tentang “melihat garis merah” di atas kepala orang lain, melainkan tentang bagaimana seorang remaja yang hancur berusaha berdamai dengan masa lalunya. Sebagai penonton, aku merasakan perjalanan ini bukan sekadar fantasi misteri. Ada kejujuran pahit yang membuatku berkaca pada luka manusia yang sering disembunyikan. Dan S Line menampilkannya dengan cara yang unik, lewat simbol garis merah yang menghubungkan orang-orang yang pernah terikat secara intim. Dari Trauma Menuju Kekuatan untuk Bangkit  Sejak episode pertama, aku langsung dibuat terenyuh melihat kehidupan Shin Hyun-Heup. Gadis SMA ini hidup dengan trauma berat setelah ibunya membunuh ayahnya karena pers...

Menyelami Luka Psikologis Perempuan Lewat Film A Normal Woman

Waktu itu aku lagi makan siang sendirian, gabut, dan iseng buka aplikasi streaming. Niatnya cari tontonan ringan, film Indonesia aja, biar deket dan relate. Lalu mataku tertumbuk pada A Normal Woman. Aku sempat ragu, karena beberapa hari sebelumnya temanku bilang film ini agak mengecewakan. Tapi justru karena itulah aku jadi penasaran. Apa iya, film seintens ini gagal menyampaikan pesannya? Film ini dibuka dengan lagu klasik Que Sera Sera. Liriknya: Will I be pretty? Will I be rich? langsung bikin aku merasa, “Kayaknya ini bukan film biasa.” Dan bener aja, lagu itu jadi semacam simbol seluruh isi film: ekspektasi sosial, keindahan semu, dan perempuan yang hidup dalam tekanan. Di Balik Rumah Mewah dan Senyum yang Dipaksakan Menonton A Normal Woman rasanya seperti mengintip kehidupan orang lain yang terlihat sempurna dari luar, tapi ternyata rapuh dan penuh luka dari dalam. Film ini bercerita tentang Milla, seorang perempuan keturunan Tionghoa yang hidup dalam lingkaran sosialita, kemewa...

Film Lastarè dan Wrapped, Disambut Hangat di Jember

Produser dan sutradara film Lastarè dan Wrapped berfoto bersama Ada rasa yang berbeda saat aku menatap layar lebar di kota yang bukan rumahku. Bukan karena perjalanannya yang jauh dari Situbondo, bukan pula karena ini kali pertama Film Lastarè diputar di luar kota. Tapi karena aku merasa membawa “rumah” ke tempat baru. Dan malam itu, screening film di Jember bukan sekadar pemutaran, ia jadi ruang temu, ruang bicara, ruang luka yang akhirnya didengar. Aku tak tahu pasti sejak kapan aku mulai menganggap film sebagai cara untuk menyembuhkan. Tapi malam itu, di Grand Valonia Hotel Jember, aku tahu, setiap adegan dalam Film Lastarè, setiap luka yang dipaparkan dalam Wrapped, adalah jendela untuk melihat ke dalam diri sendiri. Ketika Komunitas Film Situbondo Membawa Luka ke Kota Sebelah Suasana makin hangat dengan penampilan pembacaan puisi oleh Eka Widyah dan Andhini Rahmania Acara “Dua Film, Satu Rasa, Satu Malam” yang digagas Pintu Project bersama Jawara Film menjadi pemutaran keempat Fil...

Lastarè dan Dua Film Lainnya Membuat Situbondo Tak Lagi Sama

Foto bersama usai screening film Lastarè, Tabir, dan Wrapped di Dua Belas Space, Situbondo (fotografer: Rio Tajul Amin) Aku masih ingat malam itu, 17 Mei 2025. Langit Situbondo sedang moody , seperti menahan air mata di pelupuk. Tapi di halaman Dua Belas Space, ada harapan kecil yang sedang kami jaga agar tak larut dalam gerimis. Malam itu, aku, Uwan Urwan, bersama teman-teman dari Pintu Project, kembali membawa film pendek Lastarè berjalan-jalan. Setelah premiere di Hotel Rosali menjelang Ramadan lalu, kali ini kami ingin mengenalkan karya ini lebih luas, tak hanya sebagai tontonan, tapi juga sebagai cerminan: bahwa komunitas film Situbondo juga punya suara, punya cerita, dan punya harapan. Pintu Project Gandeng Jawara Film dan Ganesha Creative di Malam Screening Film Situbondo Screening film Lastarè, Tabir, dan Wrapped (Fotografer : Rio Tajul Amin) Dua Belas Space, kafe sekaligus ruang kerja kreatif pertama di Situbondo, menjadi titik kedua dari perjalanan film pendek Lastarè. Sebua...

Film Pendek Lastarè: Perundungan, Trauma, dan Identitas Budaya Situbondo

Sebagian kru, pemain, dan sponsor Film Pendek Lastarè berfoto bersama saat premiere di Hotel Rosali (fotografer: Syah Arif Fammada) Aku masih ingat bagaimana semuanya dimulai. Awalnya, kami adalah orang-orang asing satu sama lain. Sebelum Ramadan 2024, aku bertemu dengan Dinda, Akbar, Thufeil, dan Afrizal—bukan karena kebetulan, tetapi melalui teman yang mempertemukan kami dengan satu tujuan: membuat sebuah film pendek Situbondo.  Ide awal memang datang dariku, sebuah kisah tentang perundungan, sesuatu yang begitu dekat denganku, bukan hanya sebagai isu sosial tetapi sebagai pengalaman pribadi. Aku menyerahkan skenario awal kepada Dinda untuk diperbaiki, dan sejak saat itu, dia menjadi sutradara Lastarè dan cerita mengalami banyak perubahan untuk disesuaikan dengan kondisi. Membiarkan Luka & Trauma Bullying Bicara dalam Film Film pendek Lastarè ini mengangkat pesan anti-bullying di mana perundungan biasa terjadi di sekolah dari tahun ke tahun Perundungan bukan sekadar cerita d...

Film Pendek Jagaditta: Eksplorasi Alam Situbondo, Puisi, dan Seniman Lokal

Kamu yang mungkin belum tahu kabar ini dari pelosok Situbondo, Jawa Timur! Aku di sini, cerita tentang sebuah film pendek Jagaditta, film tentang alam, yang memenangkan Special Mention Jury di Unej Film Festival 2023 dengan kategori Film Gati Jemberan. Siapa sangka, film pendek Jagaditta adalah hasil karya kolaborasi seniman Situbondo dan KOMik (Kompasianer Only Movie entus(i)ast Klub) yang berhasil menembus penghargaan Special Mention Jury. Menggenggam penghargaan Special Mention Jury di Unej Film Festival 2023  Puisiku Ternyata Menemukan Jalannya Siapa sih Uwan Urwan? Aku, iya aku. Aku hanyalah penulis puisi yang selalu menganggap karya-karyanya hebat dan paling bagus di antara yang lain. Parameternya apa? Tidak ada. Hanya diri sendiri. Wkwkw. Tidak, aku, Uwan Urwan hanyalah penulis puisi yang memang menjadikan media sosial sebagai area pameran gratis yang bisa diakses siapa saja dan kapan saja. Instagram @uwanurwan hanyalah bagian dari kegilaanku yang tidak bisa aku tunjukkan di...

Review Film 'No One Will Save You' yang Memikat Emosi

Dalam gelapnya malam, aku terperangkap dalam dunia film " No One Will Save You ." Kisah ini memulai perjalanan dengan misteri yang memikat hatiku sejak pertama kali melihat visual gelap di cover film tersebut. Ternyata, ini bukanlah sekadar film horor biasa dengan jumpscare, seperti The Nun, atau Annabelle melainkan pengalaman mendalam yang menggugah emosi. Sebagai penikmat film yang lebih condong ke suspense, horor, thriller, dan superhero daripada drama yang sedih, aku enggan terlibat dalam emosi yang mungkin memengaruhi aktivitas sehari-hari. Adegan sedih yang memilukan sering membuat mood aku cukup turun. Namun, memulai perjalanan menonton "No One Will Save You" membuktikan sebaliknya. 'No One Will Save You', Film Horor Invasi Alien dengan Kaitlyn Dever yang Memukau Film ini mengisahkan kisah Brynn, seorang wanita muda yang tinggal sendirian di sebuah rumah besar di pinggiran kota. Pada suatu malam, kesunyian terguncang oleh suara aneh yang menggetarkan....