Saat menonton S Line, kemudian aku tahu aku harus menulis review drama Korea ini. Alasannya sederhana, aku kagum bagaimana sebuah drakor viral ini berani membicarakan luka batin, trauma, dan PTSD tanpa harus menjejalkan istilah psikologis secara gamblang. Justru di situlah kekuatannya.
Kisah Shin Hyun-Heup (Arin) bukan hanya tentang “melihat garis merah” di atas kepala orang lain, melainkan tentang bagaimana seorang remaja yang hancur berusaha berdamai dengan masa lalunya.
Sebagai penonton, aku merasakan perjalanan ini bukan sekadar fantasi misteri. Ada kejujuran pahit yang membuatku berkaca pada luka manusia yang sering disembunyikan. Dan S Line menampilkannya dengan cara yang unik, lewat simbol garis merah yang menghubungkan orang-orang yang pernah terikat secara intim.
Dari Trauma Menuju Kekuatan untuk Bangkit
Sejak episode pertama, aku langsung dibuat terenyuh melihat kehidupan Shin Hyun-Heup. Gadis SMA ini hidup dengan trauma berat setelah ibunya membunuh ayahnya karena perselingkuhan, lalu menghilang begitu saja. Sejak kecil ia membawa beban PTSD yang membuatnya menutup diri, merasa terkutuk, dan bahkan berulang kali mencoba bunuh diri tapi hidup lagi. Melihat Arin memerankan karakter ini, aku bisa merasakan betul betapa kesepian bisa menjadi penjara yang lebih menakutkan daripada apa pun.
Keunikan S Line ada pada cara ia menempatkan trauma bukan sekadar latar belakang karakter. Trauma itu hidup, memengaruhi setiap pilihan, setiap tatapan mata. Garis merah yang dilihat Hyeon-Heup selalu terasa seperti cermin rasa bersalahnya sendiri. Ia menolak berhubungan dengan orang lain karena takut terbuka, takut disakiti lagi.
Namun, turning point terjadi saat ia dipaksa terlibat dalam kasus pembunuhan bersama detektif Han Ji-Wook (Lee Soo-Hyuk). Dari sinilah ia mulai sadar bahwa kemampuan melihat garis merah bukan hanya kutukan, tapi juga bisa menyelamatkan nyawa. Itu momen kecil, tapi penting. Sebagai penonton, aku bisa merasakan perubahan itu, perlahan ia menemukan alasan untuk bertahan.
Ada Transformasi Mengejutkan yang Dibangun di Series S Line
Yang membuatku kagum, S Line tidak mengubah Shin Hyun-Heup secara instan. Prosesnya lambat, penuh jatuh-bangun, persis seperti kenyataan. Ia tetap canggung, tetap takut, tetapi mulai berani membuka diri. Dari seorang gadis yang menutup mata terhadap dunia dengan kacamata hitamnya, ia akhirnya berani melepas isolasi, kembali bersekolah, bahkan bekerja di sebuah hotel. Ia punya teman, bahkan kekasih, meski hubungan itu berakhir tragis. Transformasi inilah yang menjadi inti perjalanan tokoh utama, sekaligus kejutan yang membuat series ini lebih dari sekadar drama fantasi.
Perubahan tidak hanya dialami Hyeon-Heup. Han Ji-Wook, detektif yang diperankan Lee Soo-Hyuk, awalnya digambarkan sebagai playboy yang santai menghadapi hidup. Namun di balik kebiasaan berhubungan dengan banyak perempuan, ia ternyata punya sisi lain, yaitu komitmen. Saat mengetahui keberadaan garis merah melalui kacamata khusus, Ji-Wook tidak lagi menutup mata. Ia memilih menerima siapa dirinya, dengan segala beban dan luka, dan belajar berdiri tegar tanpa malu. Transformasi ini membuat karakternya lebih manusiawi, bukan sekadar detektif tampan yang penuh pesona.
Yang membuat series ini makin mengguncang adalah transformasi karakter pendukung setelah terlibat dengan kacamata S Line. Sepupu Ji-Wook yang awalnya lemah dan jadi korban bully, berubah jadi sosok yang berani membongkar perselingkuhan teman dan gurunya. Seorang guru yang sempat ingin resign karena merasa hancur akibat diselingkuhi suaminya, ternyata justru mendapati kebenaran pahit: adiknya sendiri yang menjadi selingkuhan. Staf sekolah yang dikenal pendiam juga berubah drastis. Setelah memakai kacamata, ia kehilangan kendali, sampai tega membunuh guru musik, tindakan brutal yang mengejutkan semua orang.
Semua transformasi ini mengerucut pada kesadaran Shin Hyun-Heup. Ia mulai percaya bahwa kacamata S Line adalah sumber kejahatan, alat yang membuat manusia memperlihatkan sisi tergelapnya. Padahal, di balik itu semua, ada peran besar wali kelas yang justru menjadi dalang sebenarnya. Kacamata hanyalah media, sementara ambisi, rasa sakit, dan kebusukan manusia lah yang menjadi bahan bakarnya.
Series S Line membuatku sadar bahwa trauma bukan sekadar cerita masa lalu, melainkan luka yang terus hidup di dalam diri seseorang. Shin Hyun-Heup menunjukkan betapa sulitnya menerima diri sendiri setelah dihantam kehilangan, pengkhianatan, dan rasa bersalah. Namun lewat perjalanan panjangnya, aku belajar bahwa bahkan luka terdalam pun bisa berubah menjadi kekuatan untuk bertahan. Drakor viral ini bukan hanya tentang garis merah yang misterius, tapi tentang keberanian seorang remaja untuk keluar dari kegelapan hidupnya. Dan itu, menurutku, yang menjadikan S Line layak ditonton sebagai salah satu drama Korea yang cukup seru tahun ini.
Comments