Skip to main content

Posts

Showing posts with the label Situbondo

Pilih mana, Elu-gue atau Aku-kamu ?

Jakarta itu kota plural. Semua orang dari berbagai suku, daerah, bahkan negara tinggal di sana. Jakarta ya ibukota negara saya, Indonesia. Isi di dalamnya penuh sesak dengan manusia, kendaraan, rumah, gedung perkantoran, pedagang kaki lima, dan macam-macam. Macet selalu menjadi keluhan utama jika tinggal di sana. Waktu pun seolah hanya mainan. Tak ada yang bisa mengendalikan apa yang terjadi di sana. Untunglah pada saat menulis ini, saya tidak sedang di Jakarta dalam jangka waktu cukup lama. Saya sedang menikmati indahnya kampung halaman, menjadi anak hits di kampung (setelah sekian lama berkiprah jadi artis ibukota. Hahaha...) Entah apa magnet utama yang membuat Jakarta selalu dirindukan. Yang jelas siapapun yang pernah ke sana kebanyakan ingin kembali lagi. Tidak peduli Jakarta akan semakin sesak dan macet dengan pertambahan penduduk yang tak terkendali. Segala macam bisnis bersaing, baik sehat atau tidak. Eh, tapi saya tidak akan membahas Jakarta lo ya.  Budaya ber-

Jangan Sepelekan Watermark

Beberapa kali saya membaca postingan seseorang yang marah di akun Instagram akibat fotonya diambil dan dipakai untuk kepentingan akun lain. Tak jarang juga akun-akun yang mengambil foto tersebut mengganti nama dengan nama akun mereka. Bisa dibayangkan jika ini terjadi padamu? Well , masalah watermark memang masih ada orang yang enggan menggunakannya dan ada yang mengharuskan. Saya termasuk orang yang harus mencantumkan watermark dalam setiap foto atau karya, dulunya. Sekarang lebih pilih tidak pakai watermark untuk diupload di media sosial. Namun tahu gak sih betapa pentingnya kalau kamu mencantumkan watermark dalam setiap karya-karyamu? 1. Self branding Ini sudah jelas. Setiap foto atau karya kita menjadi alat agar orang mengenal kita. Tidak peduli hasilnya bagus atau tidak yang penting orang tahu itu karya kita. Misalnya saat review produk, jika hasilnya bagus tentu klien akan senang. Tidak bisa dipungkiri blog kita akan direkomendasikan ke perusahaan lain. Apal

Pekan Literasik Situbondo Kobarkan Semangat Membaca

Pemuda Situbondo begitu gigih perjuangkan nasib mereka dan kota tempat tinggalnya. Terbukti dengan gagasan singkat Gerakan Situbondo Membaca (GSM) dan Komunitas Penulis Muda Situbondo (KPMS) terciptalah Pekan Literasik Situbondo (saya singkat PLS saja ya biar gampang). Kegiatan ini berlangsung selama tiga hari, 15-17 Maret 2017.  Dengan berbagai macam rangkaian, meliputi bedah buku Musem Ibu karya Gusti Trisno yang dibedah Ahmad Yusuf, dosen Unars Situbondo; diskusi buku Dangdut Madura karya Panakajaya Hidayatullah, dibahas Wahyu Aves, seniman musik Situbondo; Diskusi dunia buku bersama Ahmad Nur dan Irwan Kurniadi; diskusi membuat novel bersama Ahmad Sufiatur Rahman, penulis novel nasional; diskusi sastra daerah tapal kuda bersama Hat Pujiati, penulis buku Spritualitas dan Muhammad Mukhlis; serta bedah buku puisi dan pentas seni dengan pembacaan puisi dari KPMS dengan diiringi seniman Ali Gardy di aula Dinas Perpustakaan dan Kerasipan Situbondo.   Acara berlangsung meriah de

Demi Solidaritas, Pemuda Situbondo Turun ke Jalan

Masih hangat dalam perbincangan gempa yang terjadi di Kabupaten Pidie Jaya, Provinsi Aceh tanggal 7 Desember 2012 kemarin. Gempa berkekuatan 6,5 SR yang terjadi menyebabkan kerusakan pada bangunan-bangunan sekitar. Secara geografis, Aceh memang termasuk kawasan seismik aktif yang rawan gempa bumi. Tentu kita masih ingat bencana tsunami yang terjadi beberapa tahun silam. Itu juga karena aktivitas bumi. Gabungan dari berbagai komunitas bersatu dalam aksi ini (kredit: Sfc Situbondo) Tak ingin ketinggalan mengurangi duka saudara-saudara di Aceh, Slank Fans Club (SFC) Situbondo, AREMA Situbondo, Komunitas Penulis Muda Situbondo, Backpacker Situbondo, Seni Berjalan, Si Ponsel, Aremania Situbondo, dan Outsider Situbondo melakukan penggalangan dana turun ke jalan tanggal 11-12 Desember 2016.  Saya cuma nampang kok. Hehe... Pemuda-pemuda yang tergabung dalam komunitas itu mengumpulkan dana di perempatan lampu merah alun-alun Situbondo. Dengan begitu, warga Situbon

Pemuda Situbondo Deklarasikan Antinarkoba dan Kampanyekan Lingkungan

Pemuda Situbondo menenteng sampah Pagi itu (26/11/2016) langit cerah. Rombongan pemuda berpakaian mayoritas hitam menenteng plastik merah besar di pinggiran Pantai Pasir Putih, Situbondo. Perahu-perahu wisata menepi, ban-ban tersusun rapi, juga pedagang asongan bernaung di bawah rindangnya ketapang ( Terminalia catappa ) dan Waru ( Hibiscus tiliaceus ). Pemuda-pemuda itu memunguti sampah anorganik dan Menyimpannya ke dalam plastik sepanjang 2 KM di pinggiran pantai wisata itu. Pukul 10.00 WIB kegiatan memungut sampah usai. Pemuda-pemuda tersebut beristirahat di sebuah aula. Suara band bertabuh dan semilir angin membawa sejuk.  Bunga Hibiscus tiliaceus   sejukkan pantai Sebanyak 14 komunitas dari Slank Fans Club (SFC) Situbondo , Si Ponsel , Backpacker Situbondo, Oi Situbondo, Bonex Situbondo, Ganesha, Bengkel Seni Unars, Komunitas Penulis Muda Situbondo (KPMS), Smadapala, Gerakan Situbondo Membaca, KPGN, Generasi Mahardika, LPP, dan OSD Situbondo, turut mendukung

BSC, Pesona Situbondo Kekinian

  Sepanjang jalan PB. Sudirman lengang pukul 12.30 siang itu. Palang-palang polisi meminta pengendara baik sepeda motor hingga yang berbadan besar untuk beralih ke jalan lain. Sementara itu di pusat kota, alun-alun Situbondo telah penuh sesak dengan manusia (pedagang asongan, anak kecil, orang tua, pagar-pagar, dan aneka busana berkilau. Hari itu, 21 November 2016, memang menjadi hari paling panas sekaligus ditunggu-tunggu oleh banyak orang.  Yes , Best Situbondo Carnival telah menyedot perhatian saya dan banyak orang untuk berkerumun. Penasaran setelah sejak beberapa hari yang lalu foto-foto kostum sudah berseliweran di media sosial. Pernah tahu JemberFashion Carnival (JFC)? Pasti tahu. JFC sudah menjadi sorotan dunia dan selalu dihadiri ribuan wisatawan dan ratusan media lokal sekaligus internasional. Berangkat dari kepopuleran JFC, kostum-kostumnya menginspirasi banyak kota di Indonesia, Malang, Jakarta, Solo, termasuk Situbondo, dan kota lain dengan tema dan kon

Kenapa harus Jadi Blogger?

 Malam sudah berakhir. Saat saya menulis ini, waktu menunjukkan pukul 00:52 WIB. Bukan berarti saya tidak bisa tidur, tapi kepala saya tidak mau berhenti memerintahkan seluruh indera dan anggota gerak. Bahkan mata dilarang untuk terpejam. Beberapa menit lalu, saya sudah siap tarik selimut, tapi perut mendadak butuh asupan. Tubuh dibuat gemetar karenanya. Paragraf pembukanya abaikan saja. Poin saya menulis bukan itu. Tapi saya punya sedikit cerita tentang blogger. Teman-teman sering menanyakan beberapa hal mengenai pekerjaan saya. Saya selalu jawab, " freelance ". Jawaban itu tidak pernah membuat puas lawab bicara saya. Ujung-ujungnya saya sebutlah blogger. Lalu mulailah perbincangan yang cukup " awkward " jika sudah membahas masalah freelance dan blogger. Beberapa teman juga sengaja mengirimkan pesan pribadi dan ingin menjadi blogger. Menurutnya,  menjadi blogger bisa ke mana saja. Memang betul. Begitu saya sarankan untuk "menulislah di blog", r

Disambut Arakan Istimewa

Awal mula tahun 2014 sambil menyongsong langit temaram, saya hijrah sejenak ke beberapa lokasi di Jawa Timur. Setelah sebelumnya mengitari wilayah yang terkenal dengan tari Jejer Gandrung, menuju kota Jember lalu berkunjung ke kota yang termahsyur dengan pisang Mas Kirana. Di tengah perjalanan itu, saya menyempatkan kembali sejenak ke tanah kelahiran, Kabupaten Situbondo, Provinsi Jawa Timur. Separuh perjalanan saya telah usai namun rindu sanak keluarga tak terbendung. Saya tiba di terminal Situbondo menjelang magrib. Walau saya mengorbankan letih, semilir angin yang tak asing menyambut. Rasa puas membayar segalanya. Dari pemberhentian bus, saya berjalan kaki menyusuri pedagang kaki lima, pertokoan, dan beberapa kelompok muda-mudi. Jika sebuah kamera mengikuti perjalanan saya, mungkin penonton akan menganggap saya gila. Tentu saja. Sepanjang perjalanan saya bertingkah seolah masih bocah berusia 5 tahun. Orang-orang biasa menyebut dengan “autis”. Dan saya tidak peduli. Haha.. Saya ju