Skip to main content

Posts

Menarilah Air Mancur, Selama Musik Masih Mengalun....

Saat musik mengalun, biarkan tangan terbuai, angan melambai, dan dunia khayal melayang. Itu cara menikmati waktu. Usai menghadiri acara launching produk smartphone terbaru di Grand Indonesia, Jakarta, saya menengok waktu, 16.30 WIB tandanya langit sudah menjingga. Matahari hendak tenggelam. Niat saya berkeliling sebentar di dalam pusat perbelanjaan dan hiburan itu. Tanpa sadar saya ingat janji tahun lalu, "Air Mancur Menari". Ternyata sudah setahun keinginan untuk melihat langsung air mancur yang hebohnya bisa menari itu belum lulus. Tahun ini menunjukkan angka 2016 nyaris bulan April. Tanpa disadari saya tepat berhenti di satu tingkat di atas lantai 3A, East Mall. Dari situ saya melihat kolam kecil dengan patung pria tepat di tengah. Tak ada kehebohan di sana. Masih tampak muncratan-muncratan kecil dari beberapa lubang dan suasana masih hening. Cucuran air bagai alunan musik hipnoterapi. Saya cukup terbuai dan sabar, sebab waktu belum menunjukkan pukul 17.00. Berdas

Menuju Bumi Sehat Bersama Komunitas Anak Kali Ciliwung

Rumah adalah surga tak terelakkan, sementara itu bumi itu tempat tinggal manusia dan beragam makhluk lain.      Pandangan saya seketika jatuh pada sebuah rumah bernuansa kayu, tepat di tepi Sungai Ciliwung, Kampung Tongkol RT 04 RW 01, Kelurahan Ancol, Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara. Rumah itu tampak sederhana dengan dinding bata timbul di lantai satu dan sepenuhnya menggunakan material kayu (sebagian besar dindingnya bambu) di lantai dua dan tiganya. Dibandingkan dengan rumah-rumah di sepanjang Sungai Ciliwung, rumah inilah yang berbeda, karena mencolok.      Terlihat kurang menarik memang jika dibandingkan dengan hunian perumahan elit, tapi justru rumah itu punya kisah dan konsep. Komunitas Anak kali Ciliwung, begitulah mereka menamakan sekumpulan warga peduli lingkungan itu, memotong rumah demi menjaga komitmen jalur inspeksi. Jalur inspeksi selebar 5 m dari batas sungai untuk jalan dan belakang rumah pun selebar 5 m untuk memberi ruang antara rumah dan tembok benteng kota

Komik Strip Ajib

Komik strip kini marak di dunia media sosial. Tak dapat dipungkiri, banyak akun khusus cerita bergambar ini naik daun. Akun instagram @tahilalat, @komikin_aja, dan @komikmuslim adalah beberapa contoh akun komik penganut komik strip. Sudah ada bayangan, kan? Jadi komik strip adalah rangkaian gambar yang bercerita, biasanya si tukang gambar itu kartunis dan terbit rutin. Sebelum muncul akun-akun komik di media sosial, komik strip telah mahsyur di kalangan surat kabar. Menurut Beng Rahadian, komikus yang komiknya rutin beredar di Jakarta Pos, komik strip biasanya dibaca selesai dalam satu baris. Komik strip juga ada yang dua baris, tiga baris, atau pun dalam bentuk serial. Di Jepang, komik jenis ini disebut Yonkoma. Kho Wan Gie memelopori komik strip pertama kali di Indonesia tahun 1929. Tentu komik ini tak asing ya. Yes. Tentu saja, sebab akun-akun penganut komik ini berjumlah milyaran (alay, red ). Juga karena ringan dan lucu, sehingga penikmatnya tidak segan menjadi follower

Super Didi, Film untuk Ayah

Ayah menghabiskan waktu lebih banyak di luar untuk menghidupi keluarga, tapi mendapatkan cinta lebih sedikit dari anak-anaknya.      Pada suatu pagi, dua anak perempuan kecil mengendap-endap masuk ke dalam sebuah kamar. Di dalam kamar, tergeletak pulas seorang laki-laki, Arka (Vino G Bastian), yang tak lain ayah mereka. Setibanya di atas kasur, kedua anak itu mencorat-coret wajah ayah mereka dengan lipstik. Beberapa saat kemudian sang ayah terbangun dan keceriaan pun bermula.      Pengantar di atas adalah cuplikan awal film Super Didi, yang diproduseri Reymund Levy. Menyentuh sampai detik terakhir, hingga menggugah untuk mengulang tiap adegan dari awal. Film ini berkisah tentang keluarga semikomedi.      Pada awalnya sang ayah dan istrinya, Wina (Karina Nadila) melakukan rutinitas seperti biasa dengan pembagian seimbang. Tapi mendadak Wina harus ke Hongkong selama dua minggu. Secara kebetulan, perusahaan Arka menaruh tanggung jawab padanya untuk mengerjakan proyek besar, deadli

Sembuh Tuberkulosis Gratis

     Masih lekat dalam ingatan kisah Eis dan Aria setahun silam (baca: Senandung Pilu Bcah ODHA Telan TB). Aria, bocah sembilan tahun penderita AIDS juga menderita TB tahun 2013. Beberapa bulan kemudian setelah Eis berkisah, Aria ditarik dari dunia. Tugasnya di bumi telah usai. Tingal cerita-ceritanya yang patut diambil pelajarannya.      Pada Jumat, 1 April 2016, Kementerian Kesehatan mendatangkan mantan penderita tuberculosis (TB). Ada banyak bagian yang tidak dapat tersampaikan saat perempuan-perempuan itu harus menghadapi masa-masa tak menyenangkan. Ketika masih menderita TB, orang-orang sekitar mengucilkan. Tentu saja, TB tergolong penyakit menular, di mana medianya berupa angin, seperti batuk dan bersin. Itu dapat terjad pada siapa saja Bakteri resisten      TB dapat menyerang bagian lain dalam tubuh, misalnya kulit, hati, ginjal, alat reproduksi sampai ke otak. Pengobatannya akan lebih sulit jika menyerang organ penting dan sulit dijangkau. TB memang disebabkan oleh bakter

Palang Merah Indonesia, Pelabuhan Perjuangan

Saat darah tumpah, ada perjuangan yang dinobatkan. Saat memasuki jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama, saya sangat tertarik pada ekstrakurikuler Palang Merah Remaja (PMR). Ketertarikan itu tanpa sebab, seolah saya harus berjalan ke arah itu. Meski keanggotaan saya dalam organisasi tersebut hanya seumur Amaranthus sp., rasanya ada kesenangan tersendiri saat itu. Palang Merah Remaja sebagai bagian dari Palang Merah Indonesia tergolong wadah yang menjunjung kemanusiaan. Tanpa terencana,  saya diundang dalam pelatihan "Manajemen Stres" bagi corporate volunteer (Selasa, 290316) di kantor PMI Jakarta barat. Ternyata pemaparan narasumber membangkitkan kembali jiwa sosial saya. Saya bertemu beberapa volunteer yang sudah pernah ikut mengorbankan waktu, tenaga, dan biaya untuk membantu orang banyak, seperti saat bencana gunung meletus di Yogyakarta, tsunami di Aceh, banjir di Jakarta, dan lain-lain. Kemudian saya sadar betapa terkurungnya hidup saya, tanpa melihat dunia

Dedikasi dan Cinta Nusantara Sehat

Bahkan yang mati pun berawal dari hidup. Manusia tidak akan pernah tahu bagaimana sakit membawa kita pada yang bernyawa atau tiada. Dedikasi dan cinta bagi saya adalah dua hal yang saling bercumbuan. Dedikasi berarti pengorbanan haiknpikiran, tenaga, dan waktu untuk mencapai titik akhir dari tujuan mulia. Sementara itu cinta adalah rasanya. Beberapa kali saya melihat orang-orang tekun dengan pekerjaannya. Mereka berangkat pagi pulang malam, mengabaikan lapar dan anggota keluarga. Sedikit waktu yang biasa mereka habiskan untuk anak dan istri mereka, tanpa mengeluhkan betapa sesaknya jadwal-jadwal kegiatan per jamnya. Itu dedikasi yang didasarkan atas cinta terhadap apa yang mereka kerjakan. Sama seperti program yang sedang digalakkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengenai "Nusantara Sehat", saya rasa itu dapat menjadi jalan bagi orang-orang yang dapat bekerja dengan cinta tanpa menutup mata. Uang memang segala-galanya untuk memenuhi hidup, tapi kebahagiaan h

HUJAN (hidden part)

Aku masih belum percaya. Beberapa menit yang lalu Rara masih berjarak semeter dari tempatku berdiri. Kini ia tak berjarak. Tubuhnya menyatu dengan tubuhku. Sepertinya dia sedang terisak-isak. Semenit.... dua menit... tiga menit.... aku masih tertegun, tak bergerak. Sementara itu kelebat orang-orang sekitar kian buram. "Jangan pergi..." bisiknya.

HUJAN ....hmm (missing part)

Sudah pukul tiga dini hari. Mataku enggan mengatup. Pikiran-pikiranku masih terbuai kenangan beberapa hari lalu. Aku meraih sesuatu dalam laci. Gelang karet pemberiannya. Gelang karet berwarna hijau, warna kesukaanku dan benda itu jadi sangat spesial. Apakah aku sudah gila? "Sebenernya elu takut kan? Elu selalu merasa cinta itu salah?" pertanyaan Rara terngiang-ngiang. Lalu pikiranku kembali padanya. Iya, dia, dia yang entahlah, aku tak ingin menyebut namanya. Iya kamu benar, Ra. Aku takut terjebak kembali dalam cinta itu. Aku sudah lama ingin berhenti, menikmati duniaku yang lain, yang lebih nyata. Kamu tahu kan seberapa parahnya aku terluka, saat aku terkubur bersama malam-malam dan siang-siang kelabu. Butuh bertahun-tahun, Ra. Dan ini tidak semudah yang kamu bicarakan. Hah, iya. Kamu tidak tahu, sebab aku tak memberitahu. Hmmm... Gelang itu kini melekat di pergelangan tanganku. Sembari membuka galeri foto di ponsel. Hmm... Ada wajahnya. Ia tersenyu

HUJAN (part 4)

Aku meninggalkan ibukota kemarin. Sisa-sisa gemuruh masih lekat di dada. Segenap hidupku lantas terasa perih. Tahu kan bagaimana perihnya luka yang ditetesi perasan air jeruk nipis. Dia—yang tak pernah mungkin kusebut namanya—pun seolah melupakan malam-malam terkasih, bulan membelai, dan jantung berdegub. "Jangan pergi," kata Rara saat mengantarkan kepergianku di Bandara Soekarno Hatta kemarin. "Tidak ada alasan untuk tinggal. Semua dunia sudah kutinggalkan, Ra." "Bagaimana dengan dia? Elu sudah nembak dia? Atau elu ditolak?" Rara terisak. Ada sedikit keriput di wajahnya yang tak bisa ditutupi sekalipun oleh bedak. "Dia itu sebenarnya tidak ada. Dia itu tokoh fiktif yang aku ciptakan sendiri." Sesederhana itu aku berkata, seperti saat kukatakan pada temanku menjelang operasi pengangkatan tumor beberapa tahun silam, "Besok aku operasi." Tapi kumohon, jangan menerka apa yang ada di dalam sana. Aku tak ingin mengenang