Beberapa tahun silam saat berdiskusi dengan senior tentang puisi saya seperti bocah yang tak bisa berhenti bertanya. Saya memang sudah menggeluti dunia tulis-menulis puisi sejak usia 14 tahun. Itu pun disebabkan rekan yang rajin ke perpustakaan sedang berdiskusi tentang sastra. Tergelitiklah saya. Diam-diam menculik ilmu dari buku-buku kumpulan puisi Chairil Anwar, Amir Hamzah, dan penyair lain. Saya ingat betul jika tulisan saya waktu itu masih seputar daya khayal ‘ingin seperti penyair-penyair besar’. Sayangnya saya tidak memiliki dokumennya. Semua puisi sudah saya ubah berulang kali dan pada akhirnya raib tanpa jejak. Dengan banyak berdiskusi dengan senior saat kuliah, saya pun menjadi paham. “Puisi itu yang terpenting rasa. Percuma bahasa bagus dan sistematika top, tetapi tidak ada rasa,” katanya waktu itu. Dari situ saya belajar kembali. Membaca dan memperhatikan penyair-penyair dalam karyanya. Bahkan saya sempat meng-add orang yang saya tahu dia sering memenan