![]() |
Dukungan Bupati Situbondo kepada Komunitas Film Situbondo menyemangati kami |
Pendopo itu tidak pernah sehangat ini. Bukan karena udara Situbondo yang belakangan makin gerah, tapi karena malam itu, kursi-kursi yang biasa ditempati pejabat dan tamu undangan, dihuni oleh kami, para sineas muda dengan mata berbinar. Film Lastarè, film pendek Situbondo yang kuproduseri bersama Pintu Project, akhirnya diputar di ruang sakral, yang terbuka bagi siapa yang tertarik menonton. Aku tidak sedang bermimpi. Ini nyata. Dan meski Bupati Situbondo berhalangan hadir, sambutan virtualnya membuat langkahku malam itu terasa lebih mantap.
Bukan Sekadar Diputar, Tapi Duduk Bersama Sineas Situbondo Adalah Sebuah Penghormatan
![]() |
Sutradara film Lastarè duduk bersama Sutradara film Wrapped dan film Bising, juga bersama kurator dan penikmat film |
Sutradaranya, Dinda Septy W. H., adalah kawan seperjalanan dalam ide dan eksekusi. Bersama Thufeil Wartono Putra sebagai Asisten Sutradara dan Editor, kami menulis naskah yang mengendap dalam kepala lalu dituangkan ke dalam adegan. Annisa Salsabila sebagai Direktur of Photography, Akbar Romansyah mendesain suara, dan Afrizal Yoviandi menangani artistik. Sementara itu, Rauljef Nafi Isbat serta Ahmad Zakariya mengisi ruang dengan musik, dan Aril Wahyu Pratama menutup semuanya lewat desain poster yang mewakili napas cerita. Ini bukan film yang sempurna, tapi kami mencintainya seperti cinta pertama, penuh antusias, sekaligus rasa takut yang mendebarkan.
Salah satu tujuanku memang agar Bupati Situbondo tahu bahwa komunitas film Situbondo sedang bergerak. Bukan agar kami dilihat sesaat, tapi didukung sepenuhnya untuk tumbuh. Dan beliau, lewat sambutan virtualnya, memberikan sinyal positif. “Anak muda Situbondo punya potensi. Mereka hanya butuh ruang aktualisasi,” katanya. Ucapan itu cukup membuatku merasa didengar.
Kebanggaanku juga membuncah saat melihat sutradara Film Lastarè duduk berdampingan dengan Royhan Hariri (sutradara Wrapped) dan Ahmad Hisyam (sutradara Bising). Mereka tidak hanya berbagi layar, tapi juga berbagi panggung kehormatan. Kurator film, Alif Septian, menyampaikan bahwa memilih tiga film terbaik dari tiga belas yang disubmit bukan perkara mudah. Tapi menurutnya, Film Situbondo punya suara yang harus lebih keras terdengar. “Ketertarikan anak muda Situbondo terhadap film adalah angin segar,” katanya. Dan malam itu, aku menghirup angin itu dalam-dalam.
Saat Komunitas Film Situbondo Mulai Diakui
![]() |
Suasana saat screening Lastarè di Dua Belas Space |
Rupanya, tanggal 17 Juni 2025 itu sudah ada slot kosong. Dan dari sana, kami diminta menyaring tiga film terbaik dari Situbondo. Maka dibukalah seleksi film pendek Situbondo, dan dari 13 film yang masuk, dipilihlah tiga yang paling mewakili wajah kota ini: Lastarè dari Pintu Project, Wrapped dari Jawara Film, dan Bising dari Ganesha Creative.
Dukungan dari Bupati Situbondo terasa bukan hanya sebatas kata. Dalam sambutannya, beliau juga menyebut bahwa pembangunan bioskop di Situbondo sedang dalam proses. “Agar sineas Situbondo punya wadah untuk menampilkan karya mereka sendiri,” ujarnya. Dan buat kami yang selama ini hanya bisa memutar film di ruang-ruang kecil, kabar itu seperti fajar di tengah malam panjang. Komunitas film Situbondo akhirnya mulai naik kelas.
Aku tahu betul, perjuangan komunitas film Situbondo tidak akan berhenti di sini. Tapi setidaknya malam itu jadi pembuktian, bahwa dengan niat dan kolaborasi, kami bisa duduk sejajar, bisa diputar di ruang yang selama ini terasa terlalu megah bagi film pendek kami.
Akhirnya, Film Kami Diputar Meski Tak Semua Mau Diam Menyimak
![]() |
Foto bersama usai screening |
Tentu saja tidak semua berjalan ideal. Saat film diputar, ada saja penonton yang nyeletuk atau tertawa di bagian yang bukan humor. Entah karena mereka memang ngobrol sendiri, atau karena tidak paham konteks adegan. Suara bising dari alun-alun Situbondo pun cukup terdengar sampai ke pendopo. Tapi toh, diskusi dan pemutaran berjalan tanpa hambatan berarti.
Aku memilih tidak tersinggung. Karena justru di situlah tantangan kami berikutnya, mengedukasi penonton, menciptakan ruang yang bukan cuma memutar film, tapi juga menumbuhkan apresiasi. Dan malam itu, pendopo bukan sekadar tempat untuk selebrasi, tapi menjadi saksi bahwa Film Lastarè dan karya sineas Situbondo lainnya layak mendapat tempat, bukan hanya di layar, tapi juga di hati banyak orang.
Comments