Skip to main content

Posts

Showing posts with the label Puisi

Puisi Harus Dijual Ke Mana?

Itungannya udah 17 taon ya aku suka dan nulis puisi, mulai dari puisi cinta, puisi tentang alam, puisi tentang Covid-19, puisi galau, puisi ramadhan, puisi marah-marah, dan puisi lainnya. Sampek sekarang masih mengidam-idamkan pengen fokus di puisi dan ilustrasi, menulis juga, nulis mah tetep. Kan sayang kalo punya platform tapi gak dimanfaatin. Jadi demen nulis puisi kan gak cuma nulis di buku, hape, ato laptop? Ato cuma berakhir di blog ato medsos doang? Gak mungkin kan? Kayak gimana sih, hobi nulis tapi gak bisa ngasilin duit dari situ. Jadi puisi kudu dijual ke mana? Puisi ekspresinya udah beragam loh Sebelum ngomongin soal cara menjual puisi itu ke mana, aku pengen ngasih gambaran soal puisi itu apakah cuma yang kayak kita bayangin, ya tulisan-tulisan berat dan gak gampang dipahami. Cuma orang-orang yang kita anggap “nyastra” ato “nyeni” aja yang bakalan paham (begitu kan yang ada di dalam otak sebagian orang?) Bagian ini bakalan nentuin kamu bakal menjual puisi ke arah mana sih.

Sastrawan Indonesia? Itu Dulu Mimpiku!

Berbekal baca-baca buku sastra dan puisi karya penyair Indonesia yang udah besar akhirnya pengen juga jadi sastrawan Indonesia. Sungguhan. Kupikir dengan jadi sastrawan sastrawan karena suka membaca puisi, semua orang bakalan kagum dan bangga gitu. Jadi sastrawan Indonesia gak semudah itu Suka puisi sejak kelas 2 SMP. Pas aku masih imut-imut. Kebetulan aku emang sediain satu buku khusus buat puisi. Satu buku tulis isinya 64 halaman, anggap aja ada 50 puisi dalam satu buku. Nah tiap bukunya abis aku ganti buku baru. Ada puisi-puisi yang kuedit-edit lagi. Nah, sampek kuliah, aku seharusnya udah punya setumpuk buku kumpulan puisi, tapi sayang pada ilang karena lupa naroh di mana. Itu belum puisi yang kutulis di buku lain. Hehe.. Saat itu aku udah ngerasa bangga sekali bisa nulis 10 puisi dalam sehari. Saking bangganya, aku ikutin lomba nulis puisi di mana-mana. Hem, tahu apa hasilnya? GAK ADA SATU PUN YANG MENANG! Paling sedih tuh pas kelas XII SMA, ikut kompetisi nulis puisi nasional. Y

Sejarah Baru Raden Ayu

Karakter manusia itu tak pernah lepas dari masa lalu. Mengenang kemerdekaan, mengenang kepergian seseorang, termasuk mengenang Hari Kartini. Hari Kartini sudah lewat. Sengaja saya posting jauh dari titik waktu yang dimaksud. Tujuannya untuk mengenang. Mengenang masa lalu. Yes. Right .  Kartini itu siapa sih? Kenapa Kartini penting banget buat diingat-ingat? Kenapa? Masih ada banyak perempuan hebat lain untuk dikenang dan dibanggakan? Kenapa Kartini sangat spesial di mata orang Indonesia? Well , Kartini memang sosok hebat. Tanpa Kartini mungkin perempuan-perempuan tak akan seberani sekarang, meski belum tentu juga ya. Tapi sejarah tetaplah sejarah. Kita harus tetap menghargainya sebagai penanda bahwa masa lalu itu ada dan ada banyak pelajaran yang bisa diambil dari situ. Mengingat begitu pentingnya Kartini, saya mencoba merangkum beberapa hal yang wajib kita jaga sampai kapan pun (ini sih buat perempuan. Haha) 1. Kodrat perempuan itu fitrah Sesimpel itu sih. Kartini tak p

Hobimu Beragam? Berbahagialah!

Postingan kali ini sengaja mau menyapa "hobi" dan tentu saja tulisan ini bersifat subjektif. Segala bentuk ketidaksetujuan, keriya'-an,  dan pelencengan terhadap apa yang ada di pikiran orang umum janganlah terlalu dipusingkan. Ambil manfatnya saja. 😂. Pusing masalah calon gubernur yang debat sana-sini dan yang rempong itu kita sudah cukup ribet . Urusan politik jangan memengaruhi kehidupan sehari-harilah. Halah , malah ngomongin politik. Oke lanjut. Selfie bersama teman-teman itu jadi hobi juga lo. Saya percaya setiap orang punya hobi, entah itu foto selfie , mancing keributan, bergosip dengan tetangga sebelah, tidur dengan kebo , eh kok yang ini faedahnya dikit banget ya? Hmmm... ganti jenis hobi, misalnya kamu suka main sepakbola, biola, gitar, menggambar, menulis, atau berpidato, nah percaya atau tidak saat dewasa nanti (ini yang baca kalau masih usia anak-anak), hobi-hobi yang kamu sukai perlahan akan terabaikan. Tidak semua sih, tapi kebanyakan oran

Pekan Literasik Situbondo Kobarkan Semangat Membaca

Pemuda Situbondo begitu gigih perjuangkan nasib mereka dan kota tempat tinggalnya. Terbukti dengan gagasan singkat Gerakan Situbondo Membaca (GSM) dan Komunitas Penulis Muda Situbondo (KPMS) terciptalah Pekan Literasik Situbondo (saya singkat PLS saja ya biar gampang). Kegiatan ini berlangsung selama tiga hari, 15-17 Maret 2017.  Dengan berbagai macam rangkaian, meliputi bedah buku Musem Ibu karya Gusti Trisno yang dibedah Ahmad Yusuf, dosen Unars Situbondo; diskusi buku Dangdut Madura karya Panakajaya Hidayatullah, dibahas Wahyu Aves, seniman musik Situbondo; Diskusi dunia buku bersama Ahmad Nur dan Irwan Kurniadi; diskusi membuat novel bersama Ahmad Sufiatur Rahman, penulis novel nasional; diskusi sastra daerah tapal kuda bersama Hat Pujiati, penulis buku Spritualitas dan Muhammad Mukhlis; serta bedah buku puisi dan pentas seni dengan pembacaan puisi dari KPMS dengan diiringi seniman Ali Gardy di aula Dinas Perpustakaan dan Kerasipan Situbondo.   Acara berlangsung meriah de

Ajari Aku, Bu (Sebuah Kumpulan Puisi)

Bila pagi tiba langkah kaki terasa hampa menatap lorong waktu yang selalu salah Bila pagi tiba semua aktivitas menyambut dengan indah berharap bisa jadi penenang sebelum malam tiba      Cuplikan penggalan puisi 'Bila' karya Gusti Trisno dalam bukunya terasa mengalun. Apalagi jika ditemani secangkir teh kayu manis hangat. Coba bayangkan aromanya, manis dan hangat di tenggorokan. Bila sudah dicerna, kandungan aktifnya akan mendamaikan kerja otak.      Puisi itu tersemat dalam buku tunggalnya 'Ajari Aku, Bu'. Lahir bulan Agustus 2015. Sebagai orang yang sehobi dengan mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Jember itu, saya mengapresiasi kelahiran karyanya. Terlebih Gusti terlahir di kabupaten yang sama, Situbondo.      Puisi Gusti cukup renyah dan sederhana. Tidak butuh mengernyitkan dahi untuk memahami isi lantunan goresan tangannya. Saya hanya perlu sejam untuk melahap habis seluruh muatan kumpulan puisinya. Dibalut dengan sampul ibu bertu

Suara Sajak Sajak (Sebuah Kumpulan Puisi)

Cangkir menjadi lebih cepat kosong Kurasa kau tak suka pahit Mungkinkah karena manis yang kita bubuhkan? Ah, sudahlah! Malu, bintang mengerling genit pada ki ta      Penggalan untaian pikiran Widya Dewi di atas berjudul 'Teh Cinta'. Puisi itu membius saya dengan sederhana, lugas, dan romantis. Bagi saya Widya menyampaikan pesan cinta secara elegan. Dari situ saya ingat tulisan-tulisan Dee yang bagi saya sama sederhana cara penyampaiannya. Puisi ini menjadi pembuka yang mantap dalam buku kumpulan puisi  "Suara Sajak Sajak", meski tidak benar-benar membuka.       Antalogi yang lahir bulan Juni 2015 ini menambah hiasan dunia kesusastraan Indonesia. Terbit secara independen sih, tapi tidak melupakan kodratnya sebagai bayi-bayi yang perlu melahirkan generasi baru. Sempurna memang, sebab 21 penulis yang tergabung dalam komunitas menulis PEDAS—Penulis dan Sastra dengan sigap menggarap kata demi kata hingga utuh menjadi satu jiwa. Nonstop 30 hari       Kebetu

Membangun Rasa Dalam Puisi

     Beberapa tahun silam saat berdiskusi dengan senior tentang puisi saya seperti bocah yang tak bisa berhenti bertanya. Saya memang sudah menggeluti dunia tulis-menulis puisi sejak usia 14 tahun. Itu pun disebabkan rekan yang rajin ke perpustakaan sedang berdiskusi tentang sastra. Tergelitiklah saya. Diam-diam menculik ilmu dari buku-buku kumpulan puisi Chairil Anwar, Amir Hamzah, dan penyair lain. Saya ingat betul jika tulisan saya waktu itu masih seputar daya khayal ‘ingin seperti penyair-penyair besar’. Sayangnya saya tidak memiliki dokumennya. Semua puisi sudah saya ubah berulang kali dan pada akhirnya raib tanpa jejak.      Dengan banyak berdiskusi dengan senior saat kuliah, saya pun menjadi paham. “Puisi itu yang terpenting rasa. Percuma bahasa bagus dan sistematika top, tetapi tidak ada rasa,” katanya waktu itu. Dari situ saya belajar kembali. Membaca dan memperhatikan penyair-penyair dalam karyanya. Bahkan saya sempat meng-add orang yang saya tahu dia sering memenan