Skip to main content

Posts

Showing posts from December, 2022

Bersinar lagi, Semanggi, Kuliner Khas Surabaya Tak Jadi Punah

Semanggi, makanan khas Surabaya. Keningku mengernyit begitu menggeser-geser layar gawai dan terhenti pada kata kunci itu. Lantas aku mencari tahu, makanan apa itu. Setahuku semanggi adalah tanaman biasa ditemui di sawah. Kalau makanan khas Surabaya, yang aku tahu pun hanya lontong balap sama lontong kupang. Iya gak sih?   Ternyata makanan semanggi yang dimaksud adalah pecel semanggi. Sayurnya memang dari tanaman semanggi ditambah kecambah. Biasanya disajikan tanpa nasi sebab sumber karbohidratnya sudah ada di dalam bumbunya. Bumbunya memang agak berbeda dibandingkan pecel biasa, ada tambahan kentang dan ubinya. Semanggi dan kecambah yang direndam dalam air panas sampai layu kemudian dihidangkan ke dalam daun yang sudah dipincuk kemudian disiram bumbu dan ditambah kerupuk puli atau gendar.  

Bersinarnya Kembali Mutiara Hitam di Kampung Iklim Bulakan Asri

Taufiqurrahman, salah satu warga Kampung Grumbul Bulakan, Desa Langgongsari, Kecamatan Cilongok, Banyumas, Provinsi Jawa Tengah, mampu menjual mutiara hitam Rp250.000 hingga Rp300.000 per kilogramnya. Kopi jenis robusta ia banderol seharga 25ribu per 100 gram dan kopi liberika seharga 30ribu. Untuk mendapatkan harga setinggi itu tentu bukan hal mudah. Ia melalui jalan panjang dalam rentang waktu tak singkat. Pasalnya ia membeli biji kopi berkualitas baik dari warganya sendiri, seharga 25ribu sampai 45ribu per kilogram, tergantung kualitasnya. Padahal warga terbiasa menjual di bawah harga 17ribu di pasar. Kopi yang Taufiq dapatkan, diproses lagi untuk dikemas dan dipasarkan ke pelanggan-pelanggannya. Tak heran, ia mampu menjual seharga ratusan ribu per kilogram selain tersebab mutu, sebagian laba ia pakai untuk biaya pemeliharaan, panen, sortir, roasting , pengemasan, hingga pendistribusian. Bermula dari mengelola sampah Desa Langgongsari adalah salah satu penghasil kopi terbaik sejak z

Objek Wisata Malang yang Bikin Aku Kangen

Banyak kenangan di Malang. Wajar sih, aku pernah kuliah di Malang, tempat yang katanya kota pelajar selama lebih dari 4 tahun. Ya meski aku tidak seperti sebagian temanku yang punya uang berlebih untuk lebih banyak objek wisata Malang, setidaknya berkeliling di sekitar kota saja sangat menyenangkan.   Salah satu destinasi wisata di Malang yang cukup kurekomendasikan buat dikunjungi Beberapa kali punya kesempatan untuk berkunjung ke Malang. Sayangnya aku tak pernah punya banyak waktu untuk mengunjungi semua tempat yang ingin kudatangi. Ya tempat-tempat yang dulu sering kudatangi. Ibaratnya tempat-tempat ini adalah objek wisata Malang bagiku. Bagi mahawiswa yang kuliah di Malang, mungkin tempat-tempat ini tak asing. Sekarang-sekarang sudah tidak bisa bebas main seperti dulu. karena tidak tinggal di Malang. Ya untunglah hotel di Malang sekarang sudah banya yang ramah kantong dan meningkatkan kualitasnya. Oh ya, aku kangen tempat-tempat ini.   Malang Town Square (MATOS) Malang To

Transisi Energi, Zaman Dulu Vs Zaman Sekarang

Transisi energi sebenarnya sudah manusia lakukan dari masa ke mana, tergantung kebutuhan pada saat itu. Sebelum ada transportasi berbahan bakar fosil, manusia memanfaatkan tenaga hewan untuk melakukan perjalanan (seperti kuda) dan berjalan kaki. Transisi energi kemudian jadi cukup signifikan sejak munculnya kendaraan berbasis bahan bakar fosil. Kendaraan bermotor, mulai dari sepeda motor, mobil, perahu nelayan, bahkan pesawat terbang. Kredit: Smithsonian Magazine Dampak dari maraknya transisi energi (dengan memanfaatkan sumber energi yang tak dapat diperbarui) yang berlebihan membuat lingkungan rusak secara masif dan mengglobal. Dampaknya sehari-hari kita rasakan, seperti suhu bumi kian panas, cuaca tidak menentu, bencana alam yang terjadi selama beberapa tahun terakhir kian parah, dan lain-lain. Mengapa perlu transisi energi lagi? Transisi energi sebenarnya adalah peralihan energi. Istilah ini saat ini banyak digunakan sebagai upaya mengurangi penggunaan energi dari bahan bakar fosil