Skip to main content

Posts

Gelitikan Sahat Simatupang

          Melalui sebuah pameran tunggal di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Sahat Simatupang membuat saya tergelitik untuk menyelidiki hasil karyanya. Sahat seorang pelukis abstrak kelahiran Jakarta, 8 April 1964. Saya tak ingin melewatkan hal sepenting itu demi waktu bersantai. Waktu berjalan cepat dan saya mujur sebab hanya saya pengunjung yang tersisa begitu tiba di lokasi. Memang waktu itu, 14 Maret 2014 menjadi malam penutup pameran di Gedung Galeri Cipta II itu.          Memasuki pintu sebuah ruangan saya disambut seorang pria paruh baya. Ia tersenyum sambil menyodorkan buku tamu. “Terakhir, Mas,” katanya. Begitu akan memasuki galeri itu, saya disuguhi lukisan berkaki tiga sebagai tanda ucapan selamat datang. Lukisan tak berjudul dengan kombinasi kertas perca dan tanda tangan Sahat tampak molek. Itu mengingatkan saya tentang karya I Made Wianta, pelukis rupa di provinsi yang terkenal den...

Tiga Alasan Kenapa Minum Jamu Bikin Beruntung

          Ceritanya nih, lu dah sepenuh usaha buat jadi orang yang kaya, tampan, rupawan, disukai banyak orang, humoris, sering menang undian, dan cerdas. Tapi ternyata kenyataan berkata la e n, ternyata lu ancur banget. Dan lu berpikir bahwa hidup lu apes banget. Yah, kawan, ini saat minum jamu. Hah, minum jamu? Loh kok bisa? Apa hubungannya? Ini dia alasan!   1.  Lu Jadi Anak Baik          Yah, lu tau sendiri jamu itu warisan budaya bangsa, kalo lu mulai konsumsi jamu berarti lu ikut berpartisipasi   dalam pelestarian budaya. Berarti minimal lu udah jadi orang yang lebih baik. Dikit. Dan orang baik disayang Tuhan. Lu masi ngerasa gak disayang Tuhan? Ckckckc, sungguh durhaka! Yah, at least, kalo lu jadi baik, orang lain bakalan sayang ma lu juga. Kalo orang lain sayang lu, paling gak (kalo gak kelupaan) doain lu yang baik-baik. Nah dengan doa itulah, peluang lu buat lebih beruntun...

Disambut Arakan Istimewa

Awal mula tahun 2014 sambil menyongsong langit temaram, saya hijrah sejenak ke beberapa lokasi di Jawa Timur. Setelah sebelumnya mengitari wilayah yang terkenal dengan tari Jejer Gandrung, menuju kota Jember lalu berkunjung ke kota yang termahsyur dengan pisang Mas Kirana. Di tengah perjalanan itu, saya menyempatkan kembali sejenak ke tanah kelahiran, Kabupaten Situbondo, Provinsi Jawa Timur. Separuh perjalanan saya telah usai namun rindu sanak keluarga tak terbendung. Saya tiba di terminal Situbondo menjelang magrib. Walau saya mengorbankan letih, semilir angin yang tak asing menyambut. Rasa puas membayar segalanya. Dari pemberhentian bus, saya berjalan kaki menyusuri pedagang kaki lima, pertokoan, dan beberapa kelompok muda-mudi. Jika sebuah kamera mengikuti perjalanan saya, mungkin penonton akan menganggap saya gila. Tentu saja. Sepanjang perjalanan saya bertingkah seolah masih bocah berusia 5 tahun. Orang-orang biasa menyebut dengan “autis”. Dan saya tidak peduli. Haha.. Saya ju...