Skip to main content

Posts

Showing posts with the label Ekonomi

Trip Ini Bikin Kantongmu Tetap Tebel

Beberapa kali saya mengeluh, "Kapan ya bisa trip lagi ke luar pulau lagi?" " Kayaknya seru deh mendaki gunung." "Kok aku udah susah mau trip lagi ya?" Sayangnya bukan saya saja yang mengeluh seperti ini. Beberapa kali menemukan status teman yang iri karena melihat temannya trip ke mana-mana bahkan ke luar negeri. Sementara mereka sibuk di kantor, sibuk mengurus keluarga, dan yang terakhir sih tidak punya uang untuk jalan-jalan. Ya tahu sendiri, trip ke luar kota membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Minimal dua atau tiga kali lipat biaya hidup normal karena ketambahan ongkos transportasi dan tiket macam-macam. Lalu saya coba flashback saat trip ke Medan, Bali, Lampung, Jakarta, dan Malang. Di balik potret senyum, tawa, dan bahagia di spot-spot keren, itu saya menderita lo . Waktu ke Medan , sejak siang berburu tiket dan masih belum memutuskan membeli tiket, baru pada sore harinya beli tiket dan langsung terbang. Kebayang

Mau Tahu Boros Yang Gak Bikin Miskin?

Cobalah nikmati hidup dengan belanjakan uang yang kita punya. Hidup cuma sekali lo ... Banyak sekali yang ingin mengajak kita berhemat. "Jangan boros!" begitu kata mereka. Kita jadi tidak bisa membeli apa saja yang disukai. Entah itu bantal lucu, mug unik, pigura kayu, bantal sofa, atau handphone baru. Kenapa sih? Memangnya tidak boleh beli ini itu. Apalagi yang punya uang kan kita ya? Kita pun yang menikmati. Kalau sedang berbaik hati, kita tentu berbagi barang dan makanan yang dibeli untuk dinikmati bersama. Bahkan tak jarang ada orang yang memang senang traktir teman-temannya. Ada yang salah? Hmm... tidak salah juga ya kalau memang maunya begitu. Lagipula menabung itu kadang menyiksa diri karena harus menahan diri untuk membeli barang yang disukai. Saya sih setuju kalau menabung itu membosankan, tapi setuju juga dengan tidak berlebihan dalam membelanjakan uang. Boroslah yang elegan dan boroslah pada tempatnya. Kira-kira apa saja boros yang tidak membua

Jangan Menabung Kalau Ingin Hidup Melarat

"Mangkanya kalau punya uang ditabung," kata temanku dulu. Waktu itu saya masih duduk di bangku SMA kelas XI. Saya masih ingat betul pesannya sampai sekarang. Dia bisa beli handphone . Waktu itu masih zamannya alat komunikasi poliponik. Saya belum punya. Seringkali merepotkan teman hanya untuk sms ke saudara untuk hal-hal penting. Tak jarang juga diabaikan karena tidak diizinkan meminjam atau meminta satu sms saja meski niat hati ingin membayar biaya sms. Waktu itu satu sms masih seharga Rp350 dan itu tergolong mahal. Jika setiap hari menggunakan Rp3.500 untuk 10 sms, satu minggu menghabiskan Rp24.500. Belum lagi jika harus telepon. Biaya sms Rp350 sudah yang paling murah. Belum banyak bermunculan operator seluler pada zaman itu. Tapi poin dari tulisan ini bukan masalah harga telepon dan sms. Tak sengaja saya bongkar-bongkar lemari dan menemukan secarik kertas. Isinya percakapan saya dengannya. Begini kira-kira Eh kamu kalo tiap hari dikasih sangu berapa sih?

Uang Kita di Bank Pasti Aman

Menyimpan uang bagi sebagian besar orang, termasuk saya adalah hal paling berat dalam hidup. Bayangkan, pada saat awal bulan menerima gaji, beberapa hari kemudian, gaji sudah nyaris 50% dikeluarkan untuk kebutuhan hidup selama satu bulan. Artinya, untuk satu bulan penuh bertahan hidup hanya mengandalkan gaji yang tersisa. Beberapa orang cukup kreatif, sehingga mulai membuka usaha kecil, misalnya dengan berjualan cemilan di kantor, jual pulsa, jual kain batik, atau jadi reseller produk-produk makanan atau pakaian. Sebenarnya memang bagus sih, soalnya kita jadi kreatif memanfaatkan momen, sekaligus untuk bertahan hidup. Uang sejumlah Rp5.000 akan menjadi sangat berharga saat memasuki pertengahan hingga akhir bulan. Sementara pada awal bulan, kita sibuk berbelanja, membeli hal yang kadang tidak dibutuhkan di rumah atau terlalu banyak kegiatan dengan teman-teman sekantor, misalnya nongkrong di kafe, karaoke, nonton film, atau travelling . Uang selalu datang dan pergi sudah seperti k

Pembayaran Online, Efisien dan Ramah Lingkungan

Pertama kali saya bertransaksi online tahun 2012. Waktu itu sedang gemes ingin berpartisipasi dalam lomba membatik tingkat nasional. Saya coba cari informasi penjualan bahan dan alat batik. Ada banyak yang menjual, di Malang, Yogyakarta, dan tempat-tempat lain. Pilihan saya tertuju pada online shop di Yogyakarta. Selain lebih murah, pelayanannya lebih nyaman. Sebagai orang awam yang tak mengerti bagaimana cara membatik, saya pun belajar dari blog cara memainkan malam. Sukses membatik meskipun hasilnya tidak sesuai keinginan, beberapa minggu kemudian saya mendapat kiriman piagam dari panitia sebagai partisipan. Transaksi online perdana berhasil meskipun saya harus ke ATM. Awalnya ragu sebab pembeli harus transfer terlebih dahulu sebelum barang dikirim. Beberapa orang teman saya mengaku pernah ditipu oleh pedagang saat membeli barang, tapi nyatanya tak semua toko online begitu. Penggunaan kartu pembayaran jadi alternatif masa kini Beberapa tahun belakangan, sejak meneta

Indonesia Siap Bersaing di Pasar Global

Isu-isu pasar global dari tahun ke tahun makin menggelitik. Terutama bagi ukm di tanah air yang saya tahu makin tumbuh subur. Produk-produk lokal sebenarnya sudah sejak lama ada di Indonesia, hanya saja hanya ada di daerah setempat. Misalnya di daerah wisata yang sering dikunjungi turis asing maupun yang lokal. Jangan salah, beberapa UKM justru telah lama sekali mengekspor produk-produk mereka. cuma memang tidak semua. Selain karena keterbatasan link dengan pemasar di luar negeri, ada banyak faktor juga yang menyebabkan ukm di Indonesia maju mundur, jalan di tempat, atau pun gulung tikar. Dan ternyata masalah utamanya ada di produsen, konsumen, dan pemerintah. Kenapa sih produsen? Jelas, produsen harus menyediakan produk berkualitas dengan standar yang sudah ditentukan. Kalau ingin go international , standar mutunya pun harus menyesuaikan. Kadang produknya bagus tapi cara mengemasnya kurang, bisa jadi faktor juga mengapa barang tersebut kurang diminati. Yang kedua masyarakat. Mas